Mandailing adalah sebuah daerah di tapanuli yang sudah ada jauh sebelum Belanda ke Nusantara, sebuah daerah dengan sistem pemerintahan yang dianut adalah kerajaan (monarki). Terlihat beberapa peninggalan dari kerajaan-kerajaan terdahulu yang tersebar di beberapa daerah.
Mulai dari Ulupungkut-Kotanopan, Panyabungan-Pidoli dan beberapa tersebar di Hutabargot. Sejarah panjang Mandailing setidaknya telah melahirkan tokoh-tokoh hebat yang berkiprah dalam sejarah besar Bangsa Indonesia ini. Salah satu tokoh yang sangat terkenal dari Tanah Mandailing adalah Willem Iskander yang merupakan salah satu tokoh Pelopor Pendidikan.
Willem Iskander, Pelopor Pendidikan Bergelar Sutan Iskandar
Willem Iskander lahir di Pidoli Lombang pada Maret 1840 dengan nama Sati Nasution, kemudian bergelar Sutan Iskandar seperti tertulis pada akta kelahirannya. Willem Iskander disebutkan sebagai generasi ke-11 dari Klan (marga) Nasution dan merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara.
Ia mengawali pendidikannya pada usia 13 Tahun di Sekolah Rendah (Inlandsche Schoolan) di Kota Panyabungan, Mandailing Natal (1853-1855). Kemudian pada Februari tahun 1857, ia diberangkatkan ke Belanda bersama Asisten Resident Mandailing-Angkola Alexander Philippus Godon, untuk melanjutkan Sekolahnya. Sati Nasution awalnya belajar di Vreeswijk, supaya bisa melanjutkan ke sekolah guru. Ia dibantu oleh Alexander Philippus Godon dan Prof. H.C. Milles (Guru Filsafat, Sastra dan Budaya timur di Utrecht) untuk mendapatkan beasiswa dari Kerajaan Belanda.
Parlemen Kerajaan Belanda awalnya menentang hal ini, karena dianggap sebagai upaya kristenisasi dalam pendidikan. Namun Sati Nasution akhirnya dapat beasiswa di Sekolah Guru (Oefenschool). Ia lulus dan mendapat ijazah Guru bantu (Hulponderwijzer) 5 Januari 1859.
Kemudian tahun 1874 ia berangkat bersama Benas Lubis (Muridnya), Raden Mas Sunarso dari Kwekschool Surakarta, Mas Ardi Sasmita dari Majalengka pergi Melanjutkan pendidikannya ke Belanda kedua kali untuk mendapatkan Ijasah Guru Kepala Sekolah (Hoofdonderwijzer).
Rasa ingin tahu dan haus akan pendidikan yang dimiliki Willem Iskander tak pernah cukup. Setelah lulus Sekolah Rendah di usia 15 tahun, ia diangkat menjadi Guru di Sekolahnya tersebut , ia juga bekerja sebagai jurutulis bumiputra (Adjunct inlandsche sehrijfer) di kantor resident Mandailing-Angkola, menggantikan Haji Nawi yang dipecat.
Tahun 1861 Willem terinfeksi virus influenza, kemudian dipulangkan ke Indonesia. Ketika di Batavia Willem menemui Gubernur Jenderal Mr. Ludolf Anne Jan Wilt Baron Sloet Van Den Balle dan menyampaikan niatnya untuk mendirikan Sekolah Guru di Mandailing, Keinginan Willem tersebut di setujui dengan memberikan surat rekomendasi kepada Van Den Bosch yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Pantai Barat Sumatra, Resident Mandailing-Angkola.
Kepulangan Willem Iskander ke Mandailing disambut meriah oleh warga Mandailing. Bagi rakyat Mandailing, kepulangan Willem yang membawa ijazah guru bertaraf Eropa menjadi suatu yang luar biasa. Mengingat status Inlander yang dimilikinya bak bumi dan langit dengan Belanda.
Dengan dukungan pemerintah Belanda dan kepala-kepala Kampung, akhirnya pada tahun 1862 Sutan Iskandar mendirikan Sekolah Guru (Kweekschool) di Tano Bato secara swadaya dengan gedung sekolah yang sangat sederhana, Tano Bato merupakan Gudang Kopi Pemerintah Hindia Belanda. Willem melakukan terobosan gerakan pencerahan (Aufklarung) melalui pendidikan di Mandailing-Angkola, khususnya di Mandailing Orientasi, Cakrawala, Penalaran, Idealisme, dan Semangat pembaharuan di Mandailing.
Banyak orang tak mengenal Willem Iskander, Bahkan, menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan 2014-2016 Anies Baswedan, banyak orang terutama para pendidik, hanya mengenal tetapi tidak memahami Ki Hadjar Dewantara. Padahal Willem Iskander lebih dulu mendirikan sekolah untuk bumiputera. Dia mendirikan Kweekschool voor Inlandsch Onderwijzers (Sekolah Guru Bumiputera) atau disebut Kweekschool Tanobato di Kota Panyabungan, Mandailing Natal, Sumatra Utara pada 1862.
Ki Hajar Dewantara dikenal luas sebagai tokoh pendidikan karena tanggal lahirnya, 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Menteri pendidikan pertama ini mendirikan sekolah Taman Siswa tahun 1922. Selain itu, semboyan yang diciptakannya, “Tut Wuri Handayani” (di belakang memberi dorongan) menjadi semboyan Kementerian Pendidikan.
Setelah mendirikan Sekolah Guru dan baru berjalan satu tahun Kweekschool Tanobato dinilai sangat bagus dan berkualitas, Kweekschool Tanobato direncanakan untuk ditingkatkan kapasitasnya dan dipindahkan ke Padangsidempuan. Kweekschool Tanobato pun akhirnya ditutup pada tahun 1874 dan Willem Iskander berangkat ke Belanda melanjutkan sekolah untuk mendapatkan Ijazah Guru Kepala.
Willem diketahui menikah dengan Maria Jacoba Christina Winter 27 Januari 1876. Ia tidak mempunyai keturunan karena pada saat usia pernikahan baru 103 hari Willem wafat. Ia meninggal 9 Mei 1876 di Amsterdam dan di makamkan di Zorgvlietbeegrafplaats di Amstelveen di pingggiran kota Amsterdam.
Awal 1876 Willem Iskander kawin dengan perempuan Belanda, Maria Christina Jacoba Winter. Seolah sebagai penyempurna bencana itu segera tampak (terlihat) perkawinan itu bukanlah perkawinan yang bahagia, melainkan sebaliknya, Sumber dukacita yang tak habis-habisnya semua itu tidak tertangguhkan oleh willem Iskander, pada 8 Mei 1876 Ia Bunuh diri. Khalff melukiskan secara elastis Willem Iskander menembak kepalanya sendiri di taman Vondel. Tidak lama sebelumnya Ia menulis surat untuk Hekker :
“Hidup ini sangat berat bagi saya, Kesedihan yang akhir-akhir ini saya tanggung membuat hidup saya tak lama lagi… Dengan menarik pelatuk senjata api saya akan serahkan hidup ini kepada Tuhan. (Sumber :Hary A. Peoze (Sumbangan tulisan dari Cornelis Van Dijk, Inge Van Der Meulen) (2008). Di Negeri Penjajahan (Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950).
Sebelum berangkat ke Negeri Belanda untuk kedua kalinya, Willem Iskander meninggalkan bait-bait berupa nasehat
Tinggal ma ho jolo ale
Anta piga taon ngada uboto
Muda uida ho mulak muse
Ulang be nian sai maotoLao ita marsarak
Marsipaingot dope au dio
Ulang lupa paingot danak
Manjalai bisuk na peto
Tulisan ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Basyral Hamidi Harahap berbunyi
Tinggallah sayang
Entah berapa tahun aku tidak tahu
Jika aku melihat engkau kembali
Janganlah lagi masih bodohKetika kita berpisah
Aku masih berpesan kepadamu
Jangan lupa menasihati anak
Mencari ilmu yang benar
Buku hasil karya Willem Iskander yang sangat terkenal berjudul ‘Si-Boeloes-boeloes, Si-Roemboek-roemboek: Boekoe Basaon’, (Sibulus Si Rumbuk- Rumbuk) diterbitkan pertama kali di Batavia oleh Landsdrukkerij yaitu Percetakan Negara pada tahun 1872. Buku Sibulus Si Rumbuk-Rumbuk merupakan kumpulan prosa dan puisi Willem Iskander sendiri. Pada tahun 1903 dan 1906 dan 1915 buku ini dicetak ulang. Buku ini kemudian diterbitkan kembali tahun 1976, diterjemahkan oleh Basyral Hamidy Harahap ke dalam bahasa Indonesia.
Penulis: MC-01
Editor: Rahmad Hidayat
Foto Sampul oleh: Kweekschool Padang Sidempuan /akhirmh.blogspot.co.id