Pada kompetisi demokrasi seperti Pilkada Madina tahun 2024 yang notabene adalah jalan untuk memilih pemimpin, tingkat partisipasi masyarakat perlu diperhatikan.
Membandingkan dua Pilkada yang telah terlaksana seperti Pilkada Madina 2020 dan Pilkada Madina 2024, kita dapat menemukan bahwa ternyata angka golput dari Pilkada 2020 ke Pilkada 2024 mengalami peningkatan.
Pada Pilkada Madina 2020, Kabupaten Mandailing Natal memiliki daftar pemilih tetap sebanyak 299.582 sementara pada Pilkada 2024, Mandailing Natal memiliki 330.730 daftar pemilih tetap.
Dari kedua Pilkada yang telah terlaksana tersebut, kita dapat melihat bahwa angka golput pada Pilkada Madina 2020 mencapai pada angka 30.5% dengan jumlah masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih sebanyak 91.376.
Sementara itu pada Pilkada Madina tahun 2024 dengan DPT sebanyak 330.730 angka golput atau masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih mencapai pada angka 37.7% atau 124.685 masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih.
Hal ini bisa saja menjadi penanda bahwa masyarakat tidak merasakan gairah dari Pilkada Madina tahun 2024.
Penyebab dari rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada Madina tahun 2024 ini adalah: kurangnya lembaga penyelenggara melakukan sosialisasi terhadap masyarakat akar rumput dan para pemilih pemula sehingga banyak masyarakat awam yang tidak mengetahui apa keuntungan dalam berpartisipasi pada pemilihan, karena masyarakat masih menganggap bahwa memilih atau tidak memilih hidup mereka tidak akan berubah siapapun pemimpinnya.
Selain itu, pihak Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mandailing Natal pun adalah pihak terkait akan hal ini.
Merujuk pada pendapat Firman Noor Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) hal yang kadang dilupakan adalah keterlibatan publik atau setidaknya rasa terlibat masyarakat dalam pilkada masih rendah, karena pencalonan hanya urusan partai-partai politik (parpol) atau elite politik semata, sehingga keinginan konstituen kurang didengarkan dalam menentukan calon pemimpinnya. (Sederet Pendapat Soal Turunnya Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pilkada 2024, Tempo, 2024).
Apa yang dituturkan oleh Firman Noor menjadi salah satu faktor turunnya tingkat pemilih, karena permasalahan menentukan kandidat pemimpin hanya sampai pada tingkatan elit dan tidak sampai pada masyarakat yang menjadi pemilih.
Sementara, pada pasal 22E ayat (1) UUD 1945 dijelaskan bahwa: Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Prinsip ini menekankan partisipasi masyarakat sebagai elemen utama dalam demokrasi.
Jika kita lihat dan urai kembali, kandidat calon kepala daerah seringkali ditetapkan oleh partai politik tanpa mengindahkan keinginan dari masyarakat yang mungkin telah jenuh akan menu kandidat yang disediakan oleh partai politik yang tidak dapat membawa perubahan segar terhadap kehidupan masyarakat.
Bahkan yang lebih disayangkan, tidak jarang, partai politik mencalonkan kandidat dengan figur kontroversial (memiliki banyak masalah) dan tidak mengakar pada masyarakat dan pernah mengecewakan masyarakat, sehingga ditetapkannya figur tersebut sebagai kandidat pemimpin di suatu daerah hanya karena satu faktor, yakni faktor “deal” antar pimpinan parpol yang berkoalisi.
Di dalam konteks Pilkada Madina 2024 dalam melihat rendahnya partisipasi masyarakat pada Pilkada tahun ini telah menunjukkan bahwa kedua Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati tersebut kurang menawarkan ide dan gagasan terhadap para pemilih.
Sehingga pemilih tidak merasakan adanya rangsangan untuk menumbuhkan gairah dalam memilih pemimpinnya.
Hal ini harus dijadikan sebagai perhatian mengingat 5 tahun kedepan kita pun akan melaksanakan Pilkada.
Salah satu cara untuk meningkatkan gairah masyarakat dalam pemilihan adalah dengan menawarkan ide dan gagasan yang berpengaruh terhadap hidup masyarakat, bukan dengan money politics atau obral janji.
Solusi selanjutnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah dengan melakukan sosialisasi terhadap masyarakat akar rumput dengan memperkenalkan setiap pasangan calon dan apa yang menjadi khas dari masing-masing pasangan calon harus dijelaskan.
Lembaga penyelenggara pemilihan, harus dengan sigap melihat inti dari permasalahan dalam masyarakat, ketika inti permasalahan di dalam masyarakat ditemukan maka sebagai lembaga penyelenggara pemilihan mereka bisa menawarkan bahwa Pilkada adalah penawar dari permasalahan tersebut.
Oleh : Farhan Donganta (Ketua IYE Madina) (rh)