Pemilihan umum tahun 2024 mendatang yang akan dilaksanakan secara serentak adalah Pemilu milik Generasi Muda Indonesia. Bagaimana tidak, pada pemilu kali ini Generasi Milenial yang cerdas dan kritis serta Gen Z bersama-sama akan menjadi pemilih mayoritas pada pemilu mendatang. Jumlahnya diperkirakan diatas 50%, banyak yang meyebut berada di kisaran 53 dan 54 persen dari total DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Angka itu juga persis dengan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 yang menyebutkan berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 jumlah penduduk Indonesia 54% didominasi oleh usia muda, yaitu kalangan Generasi Milenial 25,87% atau 69,38 juta jiwa dan Generasi Z 27,94 atau 75,49 juta jiwa.
Inilah bonus demografi yang sering kita sebutkan dalam berbagai diskusi dan forum-forum resmi yang akan mencapai puncak pada 2045 nanti. Jika berbicara soal pemilu, tentu sekaligus adalah membicarakan masa depan bangsa Indonesia. Setidaknya momentum pemilu adalah momen yang menentukan nasib bangsa ini 5 tahun sekali.
Berkaca pada pemilu sebelumnya pada tahun 2019, dengan persentase pemilih generasi muda sebesar 40 persen kita sudah melihat bagaimana tokoh-tokoh politik selalu menyelipkan kata “Milenial” pada berbagai pidato, poster ataupun dialog-dialog lainnya yang tentu untuk menarik minat generasi muda.
Kita juga bisa melihat bagaimana media sosial yang biasa digunakan generasi muda untuk saling berinteraksi dimanfaatkan secara maksimal sebagai sarana kampanye dan promosi calon. Banyak hal positif sekaligus negatif yang kita dapat pada gelaran pesta demokrasi sebelumnya.
Kiprah generasi muda pada pemilu serentak nanti tentunya diharapkan bukan hanya sebagai pemilih yang datang ke-TPS untuk sekedar memberikan hak suara, Lebih dari itu momentum ini harus benar-benar dimanfaatkan sebagai panggungnya pemuda.
Banyak ruang yang bisa diisi oleh kaum muda pada gelaran pemilu nanti, seperti menjadi penyelenggara, pengawas, bahkan bisa menjadi calon legislatif peserta pemilu. Anak-anak muda harus diberi ruang untuk terlibat lebih dalam gelaran pesta demokrasi 5 tahunan itu.
Momentum ini juga sekaligus bisa menjadi momentum untuk generasi muda yang gerah dengan dominasi kaum tua. Jika pemilu 2019 lalu banyak anak-anak muda yang berhasil menjadi anggota legislatif, maka 2024 nanti harus lebih banyak. Generasi Muda harus lebih termotivasi untuk memberikan kaum tua waktu istirahat menikmati masa tuanya. Jika boleh meminjam kalimat Soe Hok Gie dalam Catatan Seorang Demonstran “..generasi kita ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau..”. Ini adalah saat yang tepat untuk memberantas dengan cara yang elegan.
Meski hal itu adalah hal yang sangat sulit dilakukan sebab memenangkan kontestasi tentu butuh logistik yang cukup. Dan tentunya tidak banyak anak muda yang sudah settle dengan hidupnya. Kita justru dihadapkan pada realita hidup yang sulit. Pengangguran dan kemiskinan yang tumbuh subur. Tapi disamping itu, kita juga punya privilege. Kita bisa memanfaatkan kemajuan teknologi yang sudah pasti tidak banyak generasi tua yang menguasai.
Disamping itu, pada pesta demokrasi akan datang generasi juga mengemban tugas dan kewajiban penting yakni menyelamatkan sekitar 9 persen rakyat Indonesia yang merupakan Pemilih Pemula. Mereka adalah termasuk golongan paling rentan terinfeksi virus pemilu. Menyelamatkan mereka pada gelaran pemilu nanti adalah tugas besar untuk menyelamatkan wajah demokrasi bangsa yang besar ini.
Untuk itu seyogyanya kiprah pemuda dalam ajang lima tahunan nanti sangat penting dan masing-masing kita harus menyadari itu. Pemuda harus terlibat dalam penyelenggaraan dan pengawasan pemilu untuk menyelamatkan wajah demokrasi.
“Selemah-lemahnya iman adalah harapan, selemah-lemahnya keterlibatan dalam pemilu adalah hanya memberikan suara/mencoblos”