Kolonel Zulkifli Lubis – Kolonel TNI. Zulkifli Lubis adalah anak dari pasangan Mandailing, ayahnya Aden Lubis gelar Sutan Srialam dan ibunya bernama Siti Rewan Nasution yang merupakan guru di sekolah guru Normaalschool. Ia lahir di Banda Aceh 26 Desember 1923, adalah seorang tokoh militer Indonesia dan pernah menjadi Pejabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat periode 8 Mei 1955 – 26 Juni 1955. Selain itu ia juga dikenal sebagai pendiri dan juga mejabat sebagai Ketua Badan Intelijen pertama di Indonesia.
Kolonel Zulkifli Lubis
Zulkifli kecil memperoleh kesempatan menikmati pendidikan Belanda pada Hollandsch Inlansche School. Setelah menyelesaikan HIS, kemudian ia melanjutkan ke sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di kota yang sama. Pada masa itu Zulkifli Lubis mulai kelihatan sering membaca koran Deli Blaad, yang diperoleh dari temannya yang berjualan. Melalui Deli Blaad, ia mulai mengenal pidato-pidato Soekarno, Hatta, Muhammad Husni Thamrin dan perdebatan di Volksraad.
Tamat dari MULO, Zulkifli melanjutkan ke Algemeene Middlebare School B di Yogyakarta. Hal yang menyenangkan Zulkifli selama bersekolah di AMS B adalah kesempatan dirinya diminta maju ke depan kelas untuk mencoba mengajar. Misalnya mata pelajaran ilmu tata negara dan sejarah. Di AMS B, Zulkifli bersama teman-temannya sering mengadakan diskusi kebangsaan, termasuk teman-teman dari Parindra.
Masa pendudukan Jepang, Kolonel Zulkifli Lubis mengikuti ajakan temannya untuk turut serta latihan yang diselenggarakan oleh Tentara Jepang untuk para pemuda. Pilihan itu diambil Zulkifli daripada menganggur. Setelah memperoleh latihan sekitar dua bulan di Seinen Kurensho (pusat latihan untuk barisan pemuda), Zulkifli menerima tawaran khusus untuk mendapat pendidikan perwira militer. Di Seinen Dojo (balai penggemblengan pemuda) Tangerang ada sekitar 40 siswa dari seluruh Jawa. Zulkifli Lubis, Kemal Idris dan Daan Mogot termasuk angkatan pertama. Balai penggemblengan inilah yang pertama kalinya memperkenalkan Zulkifli pada dunia intelijen.
Cikal Bakal Intelijen
Bicara dunia intelijen Indonesia ada nama yang tak boleh dilupakan. Dia adalah Kolonel Zulkifli Lubis . Namanya memang tak semasyhur Ali Moertopo atau LB Moerdani, tapi Lubis tak bisa dinafikan dan ia punya jasa besar. Ia merupakan peletak pondasi lembaga intelijen Tanah Air. Sepak terjangnya tak perlu diragukan, tak ayal dia dinobatkan sebagai Bapak Intelijen Indonesia.
Dikutip dari buku “Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia”, Jumat (31/12/2021), nasihat orang tua menjadi ajaran yang dipraktikkan dalam intelijen oleh Lubis. Sebelum berangkat ke Yogyakarta untuk mengenyam studi di AMS-B, Lubis mendapat pesan dari orang tuanya. Ibunya menekankan pentingnya mencari nasihat, bukan memberi nasihat.
Dari ayahnya yang seorang pamong praja, Lubis mendapat pesan singkat namun penuh makna. “Met de hoed in de hand, komt je in de geang in de wereld (dengan menghargai orang lain, dunia akan menerimamu),” ucap ayahnya.
Meskipun berperawakan paling kecil dibanding dengan yang lain seperti Kemal Idris, Suprayana Yonosewojo, dan Daan Mogot, Lubis bisa disebut kecil-kecil cabe rawit. Dia nomor satu dalam latihan militer sehingga menjadi nomor satu di Nihan. Dalam ilmu pengetahuan, dia menjadi teladan bagi yang lain. Dia tak pernah digampar oleh Jepang karena tak pernah melakukan kesalahan.
Selama di Seinen Dojo, Lubis bersama Kemal Idris dan Suprayana Yonosewojo ditempatkan di Nihan, yaitu kamar terbaik, baik dalam ilmu, latihan militer, maupun sumo. Sedangkan Daan Mogot di Ichihan.
Selama enam bulan Lubis dan teman-temannya melakukan latihan secara spartan. Pendidikan dimulai pukul 06.00, mencakup teknik-teknik dasar militer, latihan fisik seperti senam, renang, sumo, dan kendo. Ilmu pengetahuan seperti bahasa Jepang, sejarah kolonialisme Belanda, dan peristiwa-peristiwa dunia, serta intelijen terdiri dari taktik, spionase, kontraintelijen, propaganda, konspirasi, pengintaian, penghubung, dan kamuflase.
Angkatan pertama mengakhiri pendidikannya dengan baik meski digembleng dengan sangat keras. “Di antaranya Lubis, Idris, Daan Mogot, dan Suprajana Jonosewojo. Setelah para calon lulus pendidikan pertama, mereka mendapatkan latihan praktis selama satu bulan dan kemudian masuk kembali ke pusat pendidikan itu sebagai senior. Mereka tinggal di sana sampai Oktober atau November 1943.
Setelah lulus dari Seinen Dojo, Lubis berada di antara mereka yang dipilih kembali untuk mendapat pendidikan lebih tinggi. Karena prestasinya, Lubis dikirim ke pusat pelatihan Peta di Bogor dan menjadi asisten pelatih program pendidikan shodancho pada kompi Soeharto, yang kelak menjadi Presiden.
Lubis bersama Kemal Idris dan Dan Mogot diajak Letnan Tsuchiya untuk melatih sekira 1.500 orang untuk tiga daidam (batalion) di Bali, sampai Juni 1944. Setelah itu, sebagai pembantu satu-satunya orang Indonesia, Lubis dibawa Rokugawa, mantan komandan Seinen Dojo, ke Malaysia dan Singapura. Di Negeri Singa, disanalah untuk pertama kalinya Lubis diperkenalkan dengan Fujiwara Kikan (badan rahasia Jepang untuk Asia Tenggara).
Di bawah Badan Keamanan Rakyat (BKR), Lubis mendirikan Badan Istimewa (BI) pada Agustus 1945. Lubis berpikir bahwa dalam setiap gerakan apa pun, keberadaan intelijen dibutuhkan. Lubis kemudian merekrut sekitar 40 orang bekas perwira gyugun (Angkatan Dara, Jepang) dari seluruh Jawa. Selama seminggu, dia melatih dan mengajar teknik intelijen, terutama untuk informasi, sabotase, dan psywar.
Pada akhir 1945, Lubis mengirim ekspedisi ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara untuk melawan Belanda. Menyelundupkan senjata dari Singapura untuk membantu perjuangan di Kalimantan di bawah pimpinan Mulyono dan Cilik Riwut menjadi operasinya.
Di tahun yang sama, Lubis juga membentuk Penyelidik Militer Chusus (PMC) pada akhir 1945 yang berada di bawah BI. Lubis membentuk PMC karena telah terlibat dalam rencana Jepang untuk membangun kelompok-kelompok bawah tanah di sejumlah wilayah di Jawa sebagai kekuatan gerilya untuk melawan Sekutu jika mereka mendarat.
Terkait Lubis dan PMc, Pak Nas (Jenderal Besar Abdul Haris Nasution) dalam “Memenuhi Panggilan Tugas: Kenangan Masa Muda” menceritakan salah satu sumber kesulitan di Jawa Barat adalah persoalan PMC, yang secara vertikal melakukan kegiatan penyelidikan, persiapan perlawanan rakyat, dan lain-lain.
Presiden Soekarno memberikan restu untuk membentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani) pada Mei 1946, sebagai payung satuan-satuan intelijen yang bergerak di bawah para komandan lapangan di seluruh Jawa. Sebagai bagian dari Brani, dibentuk Field Preperation (FP) di daerah-daerah. Brani dan FP langsung berada di bawah Presiden Soekarno.
Lubis lalu merekrut alumni Seinen Dojo dan Yugekki (Pasukan Gerilya Khusus) yang berbasis di Salatiga, seperti Bambang Supeno, Kusno Wibowo, Dirgo, Sakri, Suprapto, dan Tjokropranolo untuk dilatih menjadi intel Brani dan FP. Mereka direkrut tanpa klasifikasi, hanya dilihat sekolahnya. Lubis berhasil membentuk jejaring intelijennya di seluruh Jawa.
Pada 30 April 1947, Perdana Menteri, Amir Sjarifuddin membubarkan Badan Pertahanan B dan Brani kemudian membentuk Badan Intelijen Baru. Hal itu diyakini sebagai konsolidasi politik Amir selama menjabat. Karena hal itu, Lubis kemudian menuding Amir Sjarifuddin sebagai seorang komunis dan ingin membuat Badan Intelijen dikuasai Komunis.
Belakangan tudingan Lubis ini terbukti. Amir menunjuk orang kepercayaannya Kolonel Abdurahman, seorang komunis dan Lubis sebagai wakilnya dibantu Fatkur, juga seorang komunis. Kelak baik Amir maupun Abdurahman adalah pelaku aktif Peristiwa Madiun tahun 1948.
Kabinet Amir Sjarifuddin lengser pada Januari 1948, kemudian dibentuk Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Bagian I SUAD menjadi organisasi intelijen. Lubis kembali menjadi pemimpinnya merangkap kepala Markas Bear Komando Djawa (MBKD-I).
Setelah penyerahan kedaulatan, organisasi intel kembali berubah. Namanya menjadi Intelijen Kementerian Pertahanan (IKP) dengan Lubis tetap sebagai kepalanya.
Kolonel Zulkifli Lubis kemudian membentuk Bisap (Biro Informasi Angkatan Perang) pada 1952. Bisap bertugas menyiapkan info strategis untuk Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Angkatan Perang Mayjen (TNI) TB Simatupang.
Peristiwa 17 Oktober 1952 membuat Bisap dibubarkan. Permintaan Lubis kepada TB Simatupang agar tak membubarkan Bisap pun ditolak. Semenjak peristiwa itu, Lubis tak lagi aktif di intelijen Tanah Air.
Penulis: Raja Lubis dan Arirzal
Editor: Rahmad Hidayat