Kurikulum Merdeka – Perubahan kurikulum di Indonesia kini sudah berjalan. Setelah melalui uji coba kurikulum yang telah dilaksanakan beberapa sekolah saja, sekarang ini sebagian besar sekolah sudah menerapkan Kurikulum Merdeka mengikuti kondisi sekolah yang ada. Meskipun selalu ada permasalahan yang terjadi karena masih tahap penyesuaian, akan tetapi kehadiran Kurikulum Merdeka sudah dianggap sebagai angin segar untuk mengubah arah pendidikan menjadi lebih baik.
Dilansir dari laman blog.kejarcita[.]id disajikan sebuah survei Bank Dunia tahun 2014 lalu dimana diikuti 200 Kelas Matematika pada jenjang SMP di Indonesia dan kemudian terungkap fakta bahwa guru mengalokasikan waktu pembelajaran sebanyak 10% untuk diskusi kelas dan sisa waktunya kemudian digunakan untuk menjelaskan materi pelajaran. Yang menjadikan siswa di kelas terkesan pasif dan cenderung diam mendengarkan. Atas permasalahan tersebutlah alasan Kurikulum Merdeka ini hadir mengajak seluruh agen pendidikan yang ada di Indonesia untuk melakukan Gerakan perubahan. Tidak hanya menguasai kelas namun juga merubah pola mengajar kepada siswa agar lebih aktif dan bisa berpikir kritis melalui diskusi kelas dengan durasi waktu yang lebih lama.
Merdeka Belajar yang diharapkan sebagai program yang paling tepat bagi kondisi pendidikan di Indonesia ini sudah ada dan dimulai tahun 2019 lalu. Menteri Pendidikan kita Nadiem Anwar Makariem berharap program tersebut membuat guru memiliki keleluasaan dalam memilih bahan ajar yang tepat mengikuti kondisi siswa sehingga siswa tidak akan terbebani dalam proses belajar mereka. Dan kemudian mau tidak mau guru pun dituntut agar lebih inovatif dalam mendidik siswa dan meningkatkan kemampuan siswa baik kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian maupun sosial.
Kurikulum Merdeka sebenarnya memiliki tujuan pokok yaitu meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa dan membuat pelajar Indonesia memiliki karakter Pancasila dalam kepribadian mereka. Jadi bukan hanya mahir dalam bidang literasi dan numerasi tetapi juga memiliki karakter yang sesuai dengan jati diri bangsa yakni Pancasila yang dianggap mampu menyaring pengaruh buruk dari pergaulan bebas dan juga budaya asing yang tidak sesuai dengan adat ketimuran kita.
Selain hanya membentuk karakter, Kurikulum Merdeka yang mengusung platform Merdeka Mengajar ini pun menuntut guru untuk melek IT (Teknologi) dan berbagi karya yang kreatif sehingga dengan tidak langsung akan tercipta iklim berlomba-lomba dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah masing-masing dimana akhirnya tercipta juga peningkatan kualitas pendidikan di seluruh pelosok Indonesia.
Memerdekakan Guru dan Siswa Dengan Kurikulum Merdeka
Lalu apakah Kurikulum Merdeka ini benar-benar memerdekakan siswa dan guru? Jawabannya tentu akan beragam tergantung dari situasi dan kondisi sekolah masing-masing. Dikutip dari laman indonesiana[.]id ada beberapa harapan dan tantangan pendidikan terkait Kurikulum Merdeka yang ternyata sudah dicetuskan terlebih dahulu oleh Bapak Pendidikan kita yakni Ki Hadjar Dewantara berpuluh tahun yang lalu. Pada kurikulum baru ini nilai siswa banyak diperoleh dari proses belajar mereka melalui penilaian diagnostik dan penilaian formatif. Formula ini sejalan dengan pendapat Ki Hadjar yang memaknai bahwa pendidikan harusnya membimbing anak dalam menggali potensi masing-masing dalam diri mereka sehingga anak mampu mengukir prestasi dari bakat dan minat masing-masing. Dengan demikian anak juga senang belajar dan leluasa bukan karena dipaksa atau diiming-imingi hadiah tertentu.
Katakan saja dengan adanya pendekatan Project Based Learning, guru bisa bebas berinovasi dan berkreasi dalam peningkatan kemampuan belajar siswa melalui sebuah project. Sedangkan siswa juga bisa mengeksplor berbagai macam literasi atau sumber belajar dari media konvensional maupun media digital untuk menyelesaikan project dari sekolah. Jadi kemampuan mereka dalam memecahkan suatu permasalahan terkait project tersebut memiliki banyak cara dan akan meningkat bahkan bisa menjadi seorang ahli. Hal ini sejalan dengan konsep dari Ki Hadjar yakni Niteni. Nirokke, Nambahi (Memperhatikan, Meniru, Menambahkan) atau dalam dewasa ini sekarang disingkat ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) yang akan membuat siswa memiliki kebiasaan untuk berpikir kritis.
Akan tetapi perlu diwaspadai juga mengenai tantangan yang ada dalam Kurikulum Merdeka karena tidak setiap siswa bisa on dan tanggap dalam melihat suatu permasalahan/project yang ada di sekolah. Hal ini disebabkan faktor kemampuan tiap individu yang pasti berbeda sehingga respon mereka pun menjadi berbeda. Ditambah dalam Kurikulum Merdeka ini ada ketuntasan belajar siswa yang sangat ditentukan oleh kemampuan siswa. Beban guru pun semakin tinggi apabila banyak siswa yang tidak tuntas belajar.
Tentunya kehadiran dari Kurikulum Merdeka ini pun akan terus dievaluasi. Meskipun pemerintah sudah memiliki Sekolah Penggerak (SP), Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan (SMK-PK) yang menjadi rujukan sekolah lain dalam menjalankan Kurikulum Merdeka ditambah lagi dengan program Guru Penggerak namun faktanya masih banyak terdapat permasalahan di sekolah khususnya di sekolah pinggiran seperti pola mengajar yang masih tetap sama dengan Kurikulum 2013 karena mindset mereka yang terlanjur nyaman dengan kurikulum tersebut ditambah rasa malas ketika mempelajari kurikulum baru yang memang butuh kesadaran pribadi untuk terus meningkatkan kualitas mengajar melalui pelatihan-pelatihan mandiri yang ada dalam platform Merdeka Mengajar.
Lantas apa saja kendala yang dihadapi oleh guru dalam penerapan Kurikulum Merdeka ini? Dilansir dari laman blog.kejarcita[.]id ada lima kendala utama yang membuat guru kesulitan menerapkan kurikulum baru ini di antaranya adalah :
- Guru belum berpengalaman dalam menerapkan program Merdeka Belajar. Hal ini disebabkan karena kurikulum ini bersifat baru jadi banyak guru yang masih dalam proses adaptasi;
- Referensi yang terbatas karena belum banyak buku yang menjelaskan terkait seluk belum Kurikulum Merdeka meskipun sudah ada platform digital yang mendampingi guru dalam mengajar;
- Kurikulum Merdeka ini mengajak guru untuk lebih melek IT namun faktanya masih ada di beberapa daerah yang memang belum memiliki sarana untuk mengakses internet sebagai media pembelajaran digital. Padahal akses digital ini penting untuk membawa perubahan ketika mengajar siswa menyambut masa depan smart society 5.0;
- Guru belum bisa mengatur waktu untuk beradaptasi dengan kurikulum baru, sedangkan sebagian waktunya sudah habis untuk menyiapkan perangkat pembelajaran. Jadi, penerapan Kurikulum Merdeka ini pun belum bisa berjalan maksimal;
- Guru belum memiliki skill yang mumpuni terkait penggunaan media berbasis IT yang ada dalam Kurikulum Merdeka.
Jadi, ada beberapa guru yang masih menggunakan pola mengajar konvensional bukan karena tidak adanya sarana dan prasarana yang memadai di sekolah tetapi karena dirinya sendiri belum mampu untuk menggunakan teknologi yang mendukung proses pembelajaran di era sekarang. Ya, masih banyak guru yang tidak bisa menjalankan komputer karena faktor usia, ada guru yang tidak bisa menjalankan aplikasi pembelajaran digital karena tidak paham, dan masih banyak lagi kendala terkait skill mengajar guru di pembelajaran digital ini sehingga perlu peningkatan kapasitas berupa pelatihan-pelatihan agar skill mereka lebih meningkat.
Dilansir dari laman wartaguru[.]id ada beberapa tips agar lebih paham mengenai pola penerapan kurikulum terbaru yakni Kurikulum Merdeka sehingga setiap capaian pembelajaran yang ada dapat terpenuhi yaitu :
- Internalisasi program yakni menerapkan target utama dari Kurikulum Merdeka ini ke dalam diri masing-masing baik dari guru, maupun kepala sekolah. Sehingga dalam proses pembelajaran kepada peserta didik nantinya bisa lebih realistis dan komprehensif;
- Mencari karakteristik sekolah yakni menilai bagaimana situasi dan kondisi yang ada di sekolah melalui analisis SWOT yakni tingkat kekuatan sekolah menghadapi tantangan masa depan (Strenghts), kelemahan menghadapi tantangan (Weaknessses), kemampuan sekolah melihat dan menangkap peluang untuk mengukir prestasi dengan bakat dan minat dari tiap siswa maupun guru (Opportunities), serta bagaimana kemampuan sekolah menghadapi setiap ancaman yang bisa saja hadir setiap saat (Threats). Dengan mengetahui kondisi sekolah maka akan mudah dalam menentukan kebijakan-kebijakan terkait kebutuhan sekolah menghadapi perubahan jaman termasuk dalam menerima kehadiran Kurikulum Merdeka ini;
- Mencari program terbaik untuk pengembangan diri khususnya bagi guru demi menghadirkan tenaga pendidik yang profesional sesuai tuntutan pendidikan masa kini, sehingga akan melahirkan siswa yang berkualitas pula. Program yang bisa diikuti misalnya adalah pelatihan mandiri seperti yang ada dalam platform Merdeka Mengajar, pelatihan online terkait media pembelajaran inovatif, Pendidikan Profesi Guru dan lain sebagainya;
- Mengenal karakter dari setiap peserta didik. Hal ini perlu dilakukan agar pembelajaran yang dilakukan tepat sasaran. Ya, siswa sendiri terdiri dari berbagai macam karakter belajar misalnya pembelajar visual, audiovisual, ada yang cepat, dan ada yang lambat. Jadi, guru bisa menggunakan metode pembelajaran maupun media pembelajaran terbaik yang tepat untuk membantu siswa menuju capaian pembelajaran yang ideal. Salah satu pendekatan yang bisa dilakukan yaitu menggunakan TaRL (teaching at the right level) atau pendekatan differentiated learning ;
- Adanya refleksi pembelajaran, sehingga guru dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa. Selain itu, guru juga dapat mengevaluasi kinerjanya selama mengajarkan tema / materi tertentu sehingga pola mengajar di pertemuan berikutnya bisa lebih baik lagi.
Penulis: Muttaqin Kholis Ali,S.Pd.,M.Pd.T
Editor: Rahmad Hidayat