Mandailing Natal adalah sebua kabupaten yang ada di Sumatera Utara yang diresmikan pada tahun 1999. Dalam proses perjalanan berdirinya Mandailing Natal melewati 4 Fase penting. 4 Fase penting itu diantaranya.
4 Fase Sejarah Berdirinya Mandailing Natal
FASE KLASIK
Mandailing menurut beberapa sumber berasal dari kata “Mandala – Holing”. Yaitu nama sebuah kerajaan yang sudah ada jauh sebelum abad ke-12. Disebutkan bahwa Kerajaan itu membentang mulai dari Padang Lawas hingga kawasan paling selatan provinsi Sumatera Barat atau kawasan yang termasuk wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Nama “Mandala-Holing” juga sering dikaitkan dengan ungkapan yang familiar digunakan dalam adat Mandailing, yakni “Surat tumbaga holing naso ra sasa” yang artinya aturan adat yang tidak bisa dihapus.
Kata “Holing” sering dikaitkan dengan nama Ho Ling. Nama itu tercatat dalam kekuasaan Dinasti Tang yang memerintah China pada masa 618 – 906 masehi. Disebutkan juga bahwa, sekalipun dibawah otoritas Dinasti Tang di China, pemerintahannya berpusat di Jawa, yakni kerajaan Kalingga di Pesisir Utara Jawa. Mandailing disebutkan pertama kali dalam buku “Nagarakertagama”. Buku yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada masa pemerintahan Majapahit. Buku ini menceritakan tentang ekspedisi utusan Majapahit ke wilayah Sumatera abad ke-14, atau sekitar tahun 1365 Masehi.
FASE KERAJAAN
Naskah Pararaton (1336) yang ditulis dalam teks Jawa pertengahan menyebutkan bahwa di Sumatera terdapat Lima kerajaan penting, salah satunya adalah kerajaan Aru, yang telah berdiri tahun 1295 Masehi. Kawasan Mandailing Natal diyakini dibawah pengaruh kekuasaan kerajaan tersebut sepanjang abad 13 hingaa 15 Masehi.
Kerajaan Mandailing sendiri diyakini baru terbentuk beberapa abad kemudian yang ditandai dengan kekuasaan Pulungan yang pertama. Setelah itu, klan Nasution juga mendirikan kerajaan besar yang menguasai kawasan Mandailing Godang. Lalu klan Lubis juga mendirikan kerajaan di kawasan Mandailing Julu. Kedua kerajaan penting itu, yakni klan marga Nasution dan Lubis memerintah secara otonom pada wilayah kekuasaan masing-masing.
FASE KOLONIALISME
Perang Padri berlangsung di Sumatra Barat dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838. Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat pertentangan dalam masalah adat sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan. Perang Paderi yang berpusat di Minangkabau mendorong instablitas pemerintahan di kawasan Mandailing, sebab sebagaian dari pasukan Paderi juga berasal dari pasukan pesantren yang disuplai daerah Mandailing dan Natal.
Untuk memblokade perluasan perang Paderi ke arah Utara, Belanda lalu masuk ke Mandailing. Maka berdirilah asisten Residen Angkola Mandailing tahun 1840, sebuah pemerintahan kolonial yang berpusat di Panyabungan, dibawah Gubernemen Sumatra’s Westkust. Pemerintahan ini menandai masuknya penjajahan di kawasan ini, sekaligus mengabrasi otoritas raja – raja Mandailing.
Tahun 1857 kawasan Mandailing, Angkola, dan Sipirok disatukan dalam keresidenan Air Bangis. Tahun 1885 keresidenan Mandailing Natal terbentuk dan beribukota di Padangsidempuan. Tahun 1906 pusat Pemerintahan Residen Mandailing Natal dipindahkan dari Padangsidempuan ke Sibolga, dan berubah menjadi Karesidenan Tapanuli, yang termasuk di dalamnya afdeeling Sibolga dan Bataklanden. Natal disiapkan menjadi kota pelabuhan penting untuk ekspor komoditis perkebunan.
Selain karena telah menjadi pelabuhan dagang penting bagi bangsa Cina, Arab, Portugis, India dan Inggris sejak ratusan tahun sebelumnya, Muara Singkuang dan Natal juga menghubungkan sungai – sungai besar di Mandailing. Sungai – sungai besar itu selain menjadi sumber pertanian dan perkebunan, juga menjadi sarana lalu lintas jalan sebelum dibangunnya Jalan Pos Mandailing – Air Bangis tahun 1901. Karena itu tahun 1840 Multatuli mendarat di Natal sebagai Controlir Natal.
FASE KABUPATEN
Kabupaten Mandailing Natal dibentuk Berdasarkan Undang – undang nomor 12 tahun 1998 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten daerah tingkat II Mandailing Natal yang ditetapkan pad tanggal 23 November tahun 1998. Selanjutnya secara formal diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 oleh Menteri Dalam Negeri. Dalam rangka mensosialisasikan Kabupaten Mandailing Natal, Bupati Mandailing Natal Amru Daulay, SH menetapkan akronim nama kabupaten Mandailing Natal sebagai Kabupaten Mndailing Natal dalam surat tsnggal 24 April 1999 Nomor 100/253.TU/1999.
Pada masa awal terbentuknya Mandailing Natal hanya terdapat 8 kecamatan diantaranya Batahan, Batang Natal, Kotanopan, Muara Sipongi, Panyabungan616Natal, Muara Batang Gadis, dan Siabu yang terbagi menjadi 273 desa.Batahan, Batang Natal, Kotanopan, Muara Sipongi, Panyabungan616Natal, Muara Batang Gadis, dan Siabu
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal selanjutnya mengeluarkan Perda No.7 tentang pembentukan kecamatan dan Perda no.8 tentang pemekaran desa pada tanggal 29 Juli 2002. Dengan dikeluarkannya Perda tersebut, maka Kabupaten Mandailing Natal memiliki tujuh belas kecamatan yang terdiri dari 322 desa dan tujuh kelurahan. Kecamatan yang baru terbentuk yaitu :
- Kecamatan Lingga Bayu
- Kecamatan Ulu Pungkut
- Kecamatan Tambangan
- Kecamatan Lembah Sorik Marapi
- Kecamatan panyabungan Selatan
- Kecamatan Panyabungan Barat
- Kecamatan Panyabungan Utara
- Kecamatan Panyabungan Timur
- Kecamatan Bukit Malintang
Kabupaten Mandailing Natal kembali memebentuk kecamatan baru berdasarkan Perda nomor 10 tahun 2007 yang dikeluarkan pada tanggal 15 Februari 2007. Kecamatan yang bertambah yaitu :
- Kecamatan Ranto Baek
- Kecamatan Hutabargot
- Kecamatan Puncak Sorik Marapi
- Kecamatan Pakantan
- Kecamatan Sinunukan
Dengan bertambahnya lima kecamatan tersebut, Mandailing Natal memiliki 22 kecamatan yang terdiri dari 349 desa dan 32 kelurahan. Selanjutnya pada tahun yang sama, kembali terbentuk satu kecamatan yang baru yaitu Naga Juang berdasarkan Perda nomor 45 tahun 2007 dan 46 tahun 2007 tentang pemecahan desa dan pembentukan kecamatan yang dikeluarkan pada 7 Desember 2007. Dengan demikan, Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 23 kecamatan, 353 desa, dan 32 kelurahan serta terdapat sepuluh Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT). (ediotor/rhp)