Dunia Gelap Jakarta – Harap pembaca jangan terlalu berfikir terlalu jauh terkait judul tulisan ini, dunia gelap tidak sedang membicarakan hal-hal yang berbau prostitusi antar pasangan, tetapi bisa jadi bersinggungan dengan prostitusi politik yang menghasilkan rumpun oligarki, oligopoli, monopoli dan seterusnya. Jakarta semakin menarik diulik dengan berbagai sisi, selain daerah ini juga sebgai pusat perpolitikan (pasar gelap) Indonesia, juga dianggap sebagai potret kesuksesan pembangunan kota di Indonesia.
Jakarta jika dilihat secara kasat mata memang mempersona, terlebih saat yang memahami Jakarta adalah orang yang berekonomi kelas elite (bukan kelas mengengah ke bawah), maka dari itu rakyat Indonesia yang ingin berjuang di Jakarta yang merasa bahwa dirinya bukan berasal dari keluarga elite, maka harus siap dengan daya juang dan harapan yang tinggi, penuh tekad dengan cita-cita. Bukan bermaksud mempertentangkan kelas ekonomi dalam tulisan ini, hanya saja membuka jalan untuk memahami anak tangga dalam melihat bagaimana menemukan dunia gelap di Jakarta.
Mencermati Jakarta saat ini, ia telah memasuki masa transisi kepemimpinan, gubernur dan wakil gubernur telah habis masa jabatannya dan mereka tebar-tebarkan pamitan. Namun demikian ada yang unik dari celah kalimat dari pamitan tersebut, yaitu “maafkan jika ada program yang belum terwujud”. Memaafkan dan minta maaf memang sifat lazim bagi manusia, namun sampai kapan pemimpin-pemimpin di Jakarta tersebut menutup kelemahan tugasnya dengan menggunakan senjata pamungkas yaitu kata maaf.
Melanjutkan makna keberengsekan Jakarta, seorang gubernur Jakarta dan wakil gubernurnya bukan hadir tiba-tiba yang lansung jatuh dari kolong langit sebagai hadiah dari malaikat. Gubernur Jakarta dan wakilnya hadir melalui safari politik yang direncanakan jauh-jauh hari dan menemukan titik kompromi untuk kemudian dipasarkan kepada masyarakat Jakarta.
Asesoris sosok intelektual, muda, berprestasi, berkinerja, serta berbwibawa sering kali dijadikan merek untuk menipu rakyat seluruh Indonesia. Jauh di balik itu, tampilan-tampilan manipulatif tersebut tetap berada di bawah kendali tuan oligarki dan yang serumpun dengannya. Jadi, tidak keliru rasanya ketika menyebut Jakarta sebagai lambing kebesaran kota kemegahan oligarki di Indonesia.
Ketika ingin terus dicermati, terlebih terus melakukan investigasi besar-besaran, tidak satu gubernur Jakarta dan wakil gubernur Jakarta pun yang lepas dari intervensi “tuan” atau “tuan-tuan” oligarki, apakah tuan itu berbentuk ketua umum partai politik maupun gerbong politik tertentu. Argumentasi inilah kemudian penulis sebut sebagai ruang lingkup dunia gelap Jakarta yang terkadang alergi dengan cahaya. Ia harus selalu gelap, jika cahaya memaksa memantulkan dirinya dalam kegelapan tersebut, maka cahaya akan dipastikan sirna.
Jakarta yang disebut sebagai kota maju akan terasa segar bagi kaum yang maju kerena kecerdasannya dalam mencuri dan memonopoli. Kegiatan yang selalu menguntungkan pihak-pihak elite terus dibesar-besarkan sebagai prestasi di kancah nasioal maupun internasional, namun tanggung jawab yang mendasar untuk kemaslahatan Jakata tak kian terpenuhi. Persoalan keamanan dan ketertiban warga, calo pelayanan, budaya korupsi, kesenjangan upah karyawan hingga ke persoalan bisnis kebijakan, antara pemerintah daerah dengan kartel swasta.
Sekelompok warga Jakarta tampak tak begitu pusing dengan itu, sebab dominan mereka secara finansial telah mampu bertahan hidup di kaki dan tangannya sendiri dengan segala karsa kreatifitasnya. Kehadiran sekelomok warga ini justru memberikan kondisi bahwa siapapun yang memimpin Jakarta akan tidak terlalu terbebani untuk mengurus warga Jakarta. Namun demikian bukan berarti untuk menjadi gubernur Jakata dan wakil gubernur Jakarta itu mudah, tetap saja jawabannya sangat sulit, butuh perencanaan, jaringan serta momen yang memihak.
Sebut saja dunia gelap Jakarta itu adalah tiket yang dapat menghantarkan orang yang pernah menjabat gubernur Jakarta atau wakil gubernurnya ke posisi calon presiden atau calon wakil presiden, bahkan dapat menang menjadi presiden Republik Indonesia. Soal menang atau tidaknya nanti akan memasuki dunia gelap selanjutannya. Artinya konstelasi politik kepemimpinan di negeri ini tidak dapat lepas dari kehendak penghuni dunia gelap atau level-level dunia gelap. Mulai dari level dunia gelap Jakarta ke dunia gelap istanana negara.
Siapakah penghuni dunia gelap Jakarta tersebut? Penulis belum bisa menjawabnya secara terang-terangan, sebab untuk melihat ke arah sana memang belum memberikan tanda yang sederhana untuk menarik sebuah kesimpulan, sebab suasananya memang gelap. Meskipun demikian paling tidak tanda-tanda dari kegelapan tersebut bisa dirasakan dengan kehadiran sosok-sosok yang sering keluar masuk dari dunia kelegapan tersebut.
Tanpa menyebut nama, sosok tersebut adalah sosok yang mahir bermain akrobat politik dan senang mengaminkan praktik prostitusi politik. Fenomena ini adalah fenomena yang tak terbantahkan di Jakarta saat ini. Masih ragukah pembaca menyebut bahwa Jakarta itu berengsek?
Secara kasat mata memang terlihat bahwa Jakarta itu bersih, Jakarta itu susah bahkan tidak ada mati lampu seperti yang terbiasa terjadi di daerah-daerah. Melalui upaya mencermati kehidupan dunia gelap di Jakarta, senantiasa akan menghantarkan pembaca terkait pemahaman betapa kotornya Indonesia yang dimainkan dari pangung-pangung Jakarta.
Konkretnya, langkah sederhana untuk dapat mengintip atau melihat atau ingin terjun ke dunia gelap Jakarta tersebut, maka pembaca dapat melakukan usut alur dari mana hendak kemanakah segerombolan sosok yang memengang kunci utama atau kunci cadangan untuk membuka pintu dunia gelap Jakarta menuju dunia gelap istana negara.
Benar bahwa mendekati pintu tersebut tidak mudah, apalagi ingin menemukan kunci utama atau kunci cadangan, apalagi ingin memeilikinya untuk selama-lamanya, sungguh mustahil. Sebab Kawasan tersebut di jaga oleh pihak kemanan yang lebih seru dari kasus Sambo berserta kroni-kroninya. Lebih tragis dari pada kasus Kanjuruhan. Memang kehidupan dunia gelap tidak berlaku yang namanya keadilan, yang tampak hanya hakim yang ditangkap karena menerima suap sebagai akibat kurang gesitnya dalam bermain-main di dunia gelap Jakarta.