JAKARTA – Belakangan ini bisnis ritel mengalami kelesuan, hal tersebut menyusul dengan adanya dampak pandemi Covid-19 yang mengharuskan jaga jarak dan menghindari kontak langsung, sehingga konsumen lebih memilih bertransaksi secara online.
Selain itu, menjamurnya bisnis ritel juga disebabkan karena mulai banyaknya bisnis e-commerce yang lebih menjanjikan, karena kecepatan serta kepraktisan dalam bertransaksi, karena model bisnis online lebih praktis sesuai dengan perkembangan era digital. Namun demikian, serbuan bisnis online ternyata menggerus pola bisnis ritel. Padahal bisnis tersebut sebelumnya telah eksis sejak lama di tanah air.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey meminta agar dalam persaingan bisnis ritel dengan bisnis online, negara dapat hadir dan memberikan hak dan kewajiban yang seimbang, dengan demikian persaingan bisnis akan setara bagi setiap pelaku usaha. Sehingga tidak mengakibatkan gejolak ekonomi, sosial dan keamanan di tengah masyarakat.
“Sebagai pelaku usaha ritel modern (offline store) kami berharap adanya level an the same plan field, untuk jenis usaha yang disebut e-commerce. Mengapa demikian, karena kami di ritel ini senantiasa berupaya mengikuti perundang-undangan yang berlaku. Mulai dari Permendag 70 hingga Permendag yang terbaru nomor 23 kemudian turunan dari UU Cipteker, itu semua kita jalankan sebagai bentuk kita sebagai pengusaha yang patuh terhadap regulasi,” ujar Roy Nicholas Mandey kepada wartawan di Jakarta baru-baru ini.
Lebih lanjut kata Roy Mandey juga meminta agar pemerintah memberikan aturan terhadap bisnis e-commerce, ssbagaimana aruran yang diberlakukan di pengusaha ritel modern
“Contohnya ada beberapa barang yang kami sediakan di ritel modern ada izin PIRT, kemudian jika dari manufaktur ada izin MD dari BPOM. Jangan sampai barang yang datang dari luar negeri seperti makanan dan minuman ataupun produk lainnya yang dijual melalui sosial-commerce namun tidak memiliki izin, tentunya kita tidak harapkan seperti itu,” tegas Roy Mandey.
Menurutnya, e-commerce adalah sebuah keniscayaan, seiring dengan perkembangan teknologi digital. Namun demikian, kata Roy Mandey, harus ada regulasi yang jelas dalam mengatur bisnis yang ada di sosial-commerce.
“Kita berharap agar mereka (pelaku bisnis sosial-commerce) diperlakukan sama dengan pelaku bisnis ritel modern yang taat dan patuh terhadap regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah,” ujar Roy Mandey.
Oleh karena itu, kata Roy Mandey, pemerintah perlu hadir untuk membuat regulasi persaingan bisnis yang sehat. “Kita tidak mengatakan bahwa tidak perlu adanya persaingan, justru persaingan itu diperlukan agar bersama-sama dalam memajukan usaha,” ungkapnya.
Untuk itu, APRINDO mendorong pemerintah untuk membuat regulasi kepada pelaku usaha sosial-commerce agar memiliki izin usaha, sehingga ada pengenaan pajak.
“Jika mereka (pelaku bisnis e-commerce) tidak menggunakan korporasi dan hanya memakai nama perorangan atau agen dan sub agen, maka pemerintah akan mengalami kesulitan dalam memungut pajak. Dan ini tentunya harus menjadi perhatian pemerintah,” pungkasnya.